Berbagi Dalam Kebaikan

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
Posted by HUMAS FKII ASY-SYAMS - - 0 komentar


oleh:Nellya Chusnita


Berangkat dari selembar kertas berisi sebuah pengumuman ketika awal masuk sekolah menengah atas dulu. Kertas pengumumannya biasa saja, dengan kemampuan design yang biasa pula, tulisannya warna hitam dengan page border daun hijau dan bunga merah, isinya hanya ajakan mengikuti suatu kegiatan dengan embel-embel teman,ilmu dan outbond, dan dinamakanlah kegiatan itu ROHIS. Nyaris tak ada yang menarik dari kertas itu, hanya kata ‘outbond’lah yang pertama jadi perhatian. Karena penasaran, jadilah aku datang ketempat dan waktu sesuai petunjuk dikertas itu, setiap Jumat jam 11.30 (pulang sekolah).
Sampai disana, ternyata tak ada yang namanya outbond, yang ada malah rujak party, lalu ditutup dengan mengajak yang hadir pada hari itu untuk datang setiap hari jumat (khusus wanita) sepulang sekolah, dan hari sabtu sepulang sekolah juga (bagi pria). Masih diberondong rasa penasaran, akhirnya datanglah setiap jumat disana. Acaranya ternyata kajian melingkar yang aneh; diawali dengan tilawah, disambung dengan ‘cerita’, lalu ditutup dengan doa, bersama satu (kadang 2-3) orang dari luar sekolah itu, yang belakangan aku kenal sebagai kakak mentor. Pakaiannya aneh dan terkesan sangat ustazah. Ceritanya seputar keMaha-an Allah swt, kegagahan nabi-nabi, kesetiaan sahabat, kasih ibu, dan yang paling menarik, cinta... dan lain-lainnya yang sering membuatku sangat mengantuk. Semua aku jalani selama berminggu-minggu hanya untuk memuaskan penasaranku tadi.
Setelah berbulan-bulan, acara ini semakin membawaku tenggelam bersama sejuknya kata-kata mentorku, candaan-candaan kakak-kakak tingkatku, dan nasehat-nasehat teman sebayaku...wah..menyenangkan. Aku sudah lupa dengan outbond, bahkan pernah rela mendapat semacam tamparan dari guru sekolahku lantaran piket kelas yang kurang bersih, waktu itu sudah keburu terlambat, karena keasyikan menjalankan piket di mushalla.
Pernah juga, bersama sahabatku -yang paling aku sayangi- membersihkan mushalla. Waktu itu tiba giliran piket bidang mikat (minat dan bakat, kepengurusan ROHIS sekolah), hanya berdua saja, dua orang anak perempuan kelas X SMA. Dan itu kami lakukan tanpa ada keluhan-malah cengengesan- dan sempat ‘bercanda’ dengan binatang kecil penghisap darah yang sembunyi direrumputan lembab sekitaran mushalla. Juga ketika kebagian tugas mengawal kegiatan pesantren kilat ramadhan, aku bersama teman satu timku sukses membuat adik-adik kami merasa sangat bosan dan menikmati acara yang jauh dari kata menarik.
Tidak terasa memang, ketika semua itu membentukku menjadi lebih baik (setidaknya itu yang kurasakan). Dari sana aku banyak belajar, tentang arti keikhlasan; tanggung jawab; kejujuran; mengerti orang lain; saling menyayangi; team work; manajemen waktu; sampai dengan memanage hati. Mulai dari memakai jilbab dua kali sepekan -waktu itu hanya ketika disekolah- sampai mengulurkannya lebih panjang lagi. Lalu tentang keistiqomahan baik dari segi berpakaian, akhlak dan amalan lainnya. Diteruskan dengan yang mulanya salat bolong-bolong, sudah mulai dirapikan dan konsisten. Kemudian yang dulu tilawahnya masih terbata-bata, hingga sudah menyelesaikan tahsin. Dulu yang tidak mengenal apa itu qiyamullail dan dhuha, sudah mulai mengerjakannya. Dulu yang masih kurang santun dengan orang tua, kini lebih lembut dan menurut.
Semua itu bukannya tanpa perjuangan, pahitnya harus dirasakan, jalannya tidak mulus, butuh waktu yang panjang untuk mencapainya. Cahaya –begitu aku menyebutnya- itu tak datang tanpa dijemput. Ia mesti dijemput dalam suatu tempat dimana terdapat manusia shaleha yang berkumpul mengkaji ilmu dan konsisten belajar dengan keikhlasan. Dimana manusia-manusia pembelajar itu dinaungi para malaikat, tempat itu kusebut majelis malaikat.
Walau demikian sulitnya, Cahaya itu sungguh indah, jalan itu sungguh manis, rasanya tak ada jalan lain yang ingin kutempuh. Tapi, wajar jika nanti ada yang berbelok, tapi semoga ingat jalan berbalik. Begitulah, awal mengenal Cahaya... terasa asing, lalu menerangi, sampai akhirnya tak ingin melepasnya...

Leave a Reply