Berbagi Dalam Kebaikan

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
Posted by HUMAS FKII ASY-SYAMS - - 0 komentar



Setakat Memeram Rindu
Oleh: Tegar Fie Sabilillah
Deretan legitimasi rinduku padamu, adakah sejujur mekar mawar?, lugu tanpa perlu disangsikan, atau rasa rinduku ini, hanya sesaat saja untuk berehat dari catat coret kelam.
Dalam mendefinisikan rindu aku tenggelam ditelan linglung, tercari-cari benarkah rindu ini sejujur awan berarak tanpa resah berkabut kesah.
Aku kegamangan mengartikan rindu, tapi sebentar, aku melihat masyhur menjamur  ,kedai-kedai banjir orderan mendadak, tentang keterpaksaan menyurukkan aurat, di kota borak itu ditutup barang sejenak.
Masjid-masjid sekejap sesak, lembaga infak penuh membeludak, benarkah ini rindu?, tapi mengapa hanya sejenak, mendadak? Setelah itu aku mencium gelagat, fastabiqul aurat, berlomba-lomba mengumbar bejat!,

Dan aku mengakui, di negeriku, di rumahku ini, ada sebentuk kotak berwarna di dalamnya ada gambar bergerak-gerak, ia berkoar-koar tentang romadhon, berlagak suci menjelma peri, setelah romadhon, masjid-masjid meratap sepi, anak-anak panti kelaparan lagi, lembaga infak kering kerontang.
Seolah rindu itu kelar, ketika romadhan usai. Bubar.
Romadhon.
Kuingin rasa rinduku padamu adalah penawar, untuk menerjang jembalang, yang lama betah bersarang.
Ya Romad,
Jangan biarkan rinduku padamu, Hanya nikmat sesaat, pada awalnya semangat, setelahnya tersesat.
Ya Romad,
Bakar saja aku di dunia. Mau jadi apa jadilah, asal tak kau acuhkan aku sama sekali.
Ya Romad,
Setakat melafadz rindu, siapa yang tak mampu?!, Tak usahlah nak temberang, mentang-mentang sering kau ditantang, untuk menyambut bulan mulia yang bertandang, kau terleka, tak siaga meranum matang.
Sampaikan paruku, menghirup romad-mu, agar dapat kubakar jembalang yang bersarang, bila rindu ini benar karenamu, izinkan Israil menunda surat panggilan-Mu untukku, aku sanggup ini ramadahan terakhir, tapi tak kan mampu bila tak sampai indraku mengecap romad-Mu, bunga-bunga agama tahun ini yang juga termasuk aku, memeram rindu, berharap rindu ini adalah rindu yang tak berkelaku.
Telah terbit  syaban. Berharap benar rindu ini padamu adalah semurni-murni rindu, untuk bahagia menemuimu, tapi bila rindu ini palsu, biarlah aku rela kau tempa menjadi baja yang kuasa diterpa hantaman, sekeras apapun itu, aku akan menunggumu. Memeram rindu hingga harum dalam ranum.
                                                                       


Tentang Air Mata yang Kusebut Ramadhan
Oleh:Irdas Yan
: Teruntuk Emak
Setakat rindu, aku masih bisa menafsiri noktahnoktahnya. Pada remahremah air mata Sya’ban yang sudah terlanjur melukiskan Ramadhan. Dulu.
Emak, aku ingin mengurai keluh kesah ini. Tentang rindu pada buaianmu yang mengayunkanku ke indahnya berpuasa. Tentang rindu suapanmu yang menyuapkanku ke nikmatnya berbuka.Tentang rindu dodoianmu yang mendendangkanku ke syahdunya tadarus di penghujung gulita.
Sebenarnya aku masih menyimpan air mata ini, Emak. Pada sebutir embun yang sudah mengkristalkannya. Aku masih teringat pada rungutanmu di saat diriku sedang larut bermain––sedangkan balimau sudah menjelang. Aku masih teringat pada tunjuk ajarmu ketika niat berbuka dengan tergagapgagap kumelafalkannnya. Aku masih teringat pada keikhlasanmu membangunkanku di Subuh yang lekas untuk menjamah sahur seadanya. Aku masih teringat tentang itu, Emak.
Seandainya engkau mau menerima bilahbilah riwayat air mata ini, akan kubungkuskan dengan keimanan bahkan ketaqwaanku menjelang bulan penuh rahmat itu tiba. Tapi, sukma air mata tak mampu menghapus hikayat Ramadhan dulu yang masih tergenang.
Sudahlah. Periwayatan sajak ini tak cukup sebagai maharku untuk meminang Ramadhan itu. Karena Emak sudah memilikinya sejak dahulu.***

Negeriairmata, awal sya’ban 1433 H

Pesona Bulan yang Menggoda
Eftriani Putri

Sayup sepi kecamuk malam
Bersimpuh dalam sujud Ilahi
Menyatu dalam kerinduan
Rindu saat ia menyapa hariku
Hari-hari penuh senyum Tuhan

Gelap gempita kehidupan yang hinggap
Menyisir alam yang gelap tanpa mentari
Bintang masih saja bersembunyi di balik senyum
Sementara langit merasa pilu
Bulan Suci akan hadir menyitari

Kini kuberjalan di pangkal Sya’ban
Namun wangi Ramadhan telah menggoda
Tetesan embun menjadi saksi kerinduan
Di atas sajadah biru usang berderai
Adakah aku mampu menggapai taqwa?

Ramadhan, datanglah menyapaku!
Izinkan aku mengukir taqwa di bulanmu
Menghias malam dengan sujud hamba
Berkicauan tilawah di penjuru dunia
Menyapa syurga yang telah dibuka Tuhan
Sampaikanlah nyawa padamu!!


Leave a Reply