Maka tanyakanlah kepada sebuah
keluarga kecil, yg hidup seadanya. Berminggu2, dua anak perempuan mereka, yg
berusia 9 dan 13 tahun, selalu bilang ingin mencicipi sepiring kentang goreng
dan sepotong ayam crispy di sebuah restoran fast food. Tiga bulan berlalu,
keinginan itu tercapai. Si sulung menangis saat menghabiskan makanannya, karena
dia tahu persis, orang tuanya yg hanya buruh kasar, menyisihkan begitu banyak
keperluan lain demi kemewahan sekejap itu. Sungguh dia amat berterimakasih.
Maka tanyakanlah kepada seorang
anak kecil, Agus namanya, kelas enam SD. Bertahun2 hanya punya sepasang sepatu
butut, jahitan ada di mana2 mencegah sepatu semakin robek. Kalau hujan, jalan
ke sekolah becek, Agus melepas sepatunya, rela kakinya kotor, sampai sekolah
kaki dicuci, baru dipakai sepatunya, biar sepatunya awet bertahun2 ke depan.
Agus tertawa lebar, nyengir saat akhirnya dibelikan sepatu baru. Aduhai, indah
sekali senyumnya. Sungguh dia amat berterimakasih.
Maka tanyakanlah kepada Nenek
Fatimah, usianya lebih 65 tahun. Tinggal sendirian di rumah kecil, hidup dari
pensiunan suaminya yg telah duluan meninggal. Anak2nya sibuk di lain kota,
hidup mereka juga tdk terlalu beruntung, jadi bagaimanalah hendak membantu Ibu
mereka. Lima tahun Nenek Fatimah hanya punya satu mukena, sudah kusam warnanya,
jarang dicuci, agar tidak jadi lebih cepat rusak. Disayang2, kadang Nenek
Fatimah merasa malu, menghadap Tuhan dengan pakaian seadanya. Sungguh, meski
sudah keriput, wajah tua itu terlihat begitu terharu saat akhirnya bisa membeli
mukena baru, disisihkan dari uang pensiunnya. Satu gumpal air mata mengalir di
ujung matanya, Nenek Fatimah mencium mukena barunya. Sungguh dia amat
berterimakasih.